Sejarah

Pertanyaan

mengapa Indonesia menjadi pusat persinggahan

2 Jawaban

  • karena berada terletak digeografis yg terjadinya lalu lalang perahu2 yg mengalami perdagangan
  • Jakarta (Paradiso) – Sebagai negara kepulauan terbesar didunia , Indonesia sudah sepatutnya bisa memanfaatkan kekayaan laut untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

    Bayangkan, hampir 70% wilayah negara ini adalah laut dan sekitar 70% pula masyarakat marginal Indonesia tinggal di pesisir, tapi sayangnya kekayaan itu belum termanfaatkan optimal untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.

    Upaya untuk mempermudah masuknya kapal yacht terus diupayakan sehingga keluarlah Peraturan Presiden (Perpres) No 79/2011 tentang Kunjungan Kapal Wisata Asing Ke Indonesia. Pasal 2 dari payung hukum itu menyebutkan kapal yacht asing beserta awak kapal atau penumpang termasuk barang bawaan yang masuk perairan Indonesia untuk kunjungan wisata diberikan kemudahan dalam bidang Clearance and Approval for Indonesian Terretory (CAIT), kepelabuhan, kepabeanan (customs), keimigrasian (immigration) dan karantina (quarantine) atau disebut CIQP.

    Namun praktek dilapangan berbeda apalagi ditangani secara manual oleh tiga instansi dan terbentur dengan peraturan daerah yang berbeda-beda. Untunglah akhir Januari 2014 lalu Kementerian Luar Negeri, Tentara Nasional Indonesia dan Kementerian Perhubungan melakukan perjanjian kerjasama (MOU) tentang CAIT dan CIQP.

    Ada lebih dari 5.000 kapal layar ( yacht) melintas di selatan Indonesia setiap tahunnya tanpa memasuki perairan Indonesia karena terhambat masalah custom,imigration, quarantine & port clereance (CIQP) serta masalah clearence approval for Indonesia territory (CAIT).

    Edy Putra Irawadi, Deputi Menko Perekonomian Bidang Kordinasi Perniagaan menjelaskan luasnya dampak ekonomi yang diperoleh jika perairan laut RI menjadi playground (tempat bermain) kapal yacht dunia terutama jika pelaksanaan Perpres No 79/2011 itu berjalan mulus di lapangan.

    “Para yachter dunia langsung kirim email pada saya setelah membaca berita  Kementerian Luar Negeri, Tentara Nasional Indonesia dan Kementerian Perhubungan sudah teken perjanjian kerjasama (MOU) tentang CAIT dan CIQP akhir Januari 2014 lalu. Mereka ingin cepat-cepat masuk berlayar di Indonesia,” ungkap Edy saat dialog wisata yacht bersama media di Jakarta.

    Indonesia sudah memiliki 18 titik labuh yang tersebar mulai dari Jakarta hingga kr Papua meskipun yang banyak disinggahi baru tiga yaitu Jakarta, Bali dan Batam. Dermaga lainnya adalah pelabuhan Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam, Belawan , Teluk Bayur, Bintan Telani, Tanjung Pandan (Belitung) Tenau (NTT), Kumai ( Kalimantan Tengah), Tarakan, Nunukan, Bitung, Ambon, Saumlaki dan Tual di Maluku dan pelabuhan pelabuhan Sorong dan Biak, Papua.

    Edy optimistis pelaksanaan Perpres di atas bisa direalisasikan tahun ini karena semua pihak sudah memiliki komitmen kuat bahwa pemerintah bisa memberikan izin berlayar dengan mengurusnya melalui internet dan kapal yang tiba cukup mengisi satu lembar formulir seperti yang dilakukan negara tetangga Singapura dan Malaysia.

    Para yachter, kata Edy, berhubungan langsung dengan masyarakat di kawasan remote area dan banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan di perairan Indonesia terutama untuk meyalurkan hobby tergolong minat khusus saja ada sedikitnya 9 kegiatan a.l seperti diving, fishing, snorkeling, sky, selancar dan lainnya

    “Kerjasama lintas sektoral dan sinergi harus dikuatkan karena selain Perpres 79/2011 yang paling sakti, juga ada UU no:1/2014 tentang investasi di pulau-pulau kecil yang dapat menunjang diwujudkannya berbagai fasilitas kebaharian,” kata Edy Putra Irawady.

    Kuncinya memang harus “keroyokan” dan berbagai instansi yang berkaitan dengan pengembangan wisata bahari harus action siapa melakukan apa. Soalnya untuk menghidupkan 18 titik labuh saja perlu penerapan konsep Kerjasama Pemerintah Swasta (KSP) dan dibuat standard operation procedure (SOP) yang seragam di semua daerah sehingga investor mau masuk.

    “Pemerintah harus pro-aktif dan mampu mengeksplorasi kekuatan atraksi seni dan budaya sehingga diminati para yachter untuk singgah,” ungkap Edy.

    Pengembangan wisata bahari inikan cocok dengan Program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) yang menjadi fokus pemerintah dalam pembangunan Indonesia ke depan. Fokus tersebut melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan influsi sehingga diharapkan Indonesia menjadi 12 besar kekuatan ekonomi dunia.

    “Terkait MP3I, kita butuh maintenance facilities untuk kapal-kapal yacht dunia yang akan masuk. Sejak Perpres itu keluar, waktu terus berjalan dan tahu-tahu sudah dua tahun kapal-kapal yacht asing itu belum banyak yang masuk meski sudah ada peningkatan kedatangan,” tambahnya.

    Edy mengharapkan pergantian presiden nanti pemerintahannya punya fokus dan komitmen menjalankan Perpres dan diharapkan di Kemenparekraf ada Dirjen khusus yang menangani wisata bahari mengingat begitu luas spektrum yang harus dijangkau dan membutuhkan kerjasama lintas yang tinggi

Pertanyaan Lainnya